Selasa, 25 Januari 2011

Pacaran Islami, Adakah?

Pacaran, setiap kali kita mendengarnya akan terlintas dibenak kita sepasang anak manusia yang tengah dimabuk cinta dan dilanda asmara, saling mengungkapkan rasa sayang serta rindu. Lalu kenapa harus dipermasalahkan? Bukankah "ada pacaran islami" tanpa harus melanggar batasan-batasan syariat?
CINTA, FITRAH ANAK MANUSIA
Manusia diciptakan oleh Allah Subhaanahu wa Ta'ala dengan membawa fitrah (insting) untuk mencintai lawan jenisnya. sebagaimana firman-Nya, artinya,
"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu Wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik (surga)." (QS. Âli-'Imrân: 14).

Berkata Imam Qurthubi, "Allah memulai dengan wanita karena kebanyakan manusia menginginkannya, juga karena mereka merupakan jerat-jerat setan yang menjadi fitnah bagi kaum laki-laki, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, "Tiadalah aku tinggalkan setelahku fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada wanita." (HR. Bukhârî dan Muslim).

Oleh karena itu, wanita adalah fitnah terbesar dibanding yang lainnya. (Lihat Tafsîr al Qurthubî 2/20). Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam pun, sebagai manusia, tak luput dari rasa cinta terhadap wanita. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, "Disenangkan kepadaku dari urusan dunia wewangian dan wanita." (HR. Ahmad dan selainnya dengan sanad hasan).

Karena cinta merupakan fitrah manusia, maka Allah menjadikan wanita sebagai perhiasan dunia dan nikmat yang dijanjikan bagi orang-orang beriman di surga dengan bidadarinya.

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, "Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baiknya perhiasan adalah wanita yang shalihah." (HR. Muslim).
Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman, artinya, "Di dalam surga-surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik." (QS. Ar-Rahmân: 70).

Namun, Islam sebagai agama paripurna para rasul, tidak membiarkan fitnah itu mengembara tanpa batas, Islam telah mengatur dengan tegas bagaimana menyalurkan cinta, juga bagaimana batas pergaulan antara dua insan lawan jenis sebelum nikah, agar semuanya tetap berada dalam koridor etika dan norma yang sesuai dengan syari'at.

ETIKA PERGAULAN LAWAN JENIS DALAM ISLAM

1. Menundukan Pandangan terhadap Lawan Jenis
Allah memerintahkan kaum laki-laki untuk menundukan pandangannya, sebagaimana firman-Nya, artinya, "Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya." (QS. An-Nûr: 30).
Sebagaimana hal ini juga diperintahkan kepada wanita beriman, Allah berfirman, artinya, "Dan katakanlah kepada wanita yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluan-nya." (QS. An-Nûr: 31).

2. Menutup Aurat
Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman, "Dan janganlah mereka menampakan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya." (QS. An-Nûr: 31).
Juga firman-Nya, artinya, "Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Ahzâb: 59).

3. Adanya Pembatas Antara Laki-laki dengan Wanita
Seseorang yang memiliki keperluan terhadap lawan jenisnya, harus menyampaikannya dari balik tabir pembatas. Sebagaimana firman-Nya, artinya, "Dan apabila kalian meminta sesuatu kepada mereka (para wanita) maka mintalah dari balik hijab." (QS. Al-Ahzâb: 53).

4. Tidak Berdua-duaan dengan Lawan Jenis
Dari Ibnu 'Abbâs Radhiyallahu ‘Anhu berkata, "Saya mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, "Janganlah seorang laki-laki berdua-duaan dengan wanita kecuali wanita itu bersama mahramnya." (HR. Bukhârî 9/330, Muslim 1341).
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam juga bersabda, "Janganlah salah seorang dari kalian berdua-duaan dengan seorang wanita, karena setan akan menjadi yang ketiganya." (HR. Ahmad dan At-Tirmidzî dengan sanad shahih).

5. Tidak Mendayukan Ucapan
Seorang wanita dilarang mendayukan ucapan saat berbicara kepada selain suami. Firman Allah Subhaanahu wa Ta'ala, artinya, "Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik." (QS. Al-Ahzâb: 32).
Berkata Imam Ibnu Katsîr—rahimahullâh, "Ini adalah beberapa etika yang diperintahkan oleh Allah kepada para istri Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam serta para wanita Mukminah lainnya, yaitu hendaklah dia kalau berbicara dengan orang lain tanpa suara merdu, dalam artian janganlah seorang wanita berbicara dengan orang lain sebagaimana dia berbicara dengan suaminya." (Tafsîr Ibnu Katsîr: 3/530).

6. Tidak Menyentuh Lawan Jenis
Dari Ma'qil bin Yasâr t berkata, "Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, "Seandainya kepala seseorang ditusuk dengan jarum besi itu masih lebih baik dari pada menyentuh wanita yang tidak halal baginya." (HR. Thabrânî dalam Mu'jam al Kabîr: 20/174/386).
Berkata Syaikh Al-Albânî—rahimahullâh, "Dalam hadits ini terdapat ancaman keras terhadap orang-orang yang menyentuh wanita yang tidak halal baginya." (Ash-Shohîhah: 1/448).

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam tidak pernah menyentuh wanita meskipun dalam saat-saat penting seperti membaiat dan lain-lain. Dari 'Aisyah berkata, "Demi Allah, tangan Rasulullah tidak pernah menyentuh tangan wanita sama sekali meskipun saat membaiat." (HR. Bukhârî 4891).

Inilah sebagian etika pergaulan laki-laki dengan wanita selain mahram, yang mana, apabila seseorang melanggar semuanya atau sebagiannya saja akan menjadi dosa zina baginya, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, "Sesungguhnya Allah menetapkan untuk anak adam bagiannya dari zina, yang pasti akan mengenainya. zina mata dengan memandang, zina lisan dengan berbicara, sedangkan jiwa berkeinginan serta berangan-angan, lalu farji yang akan membenarkan atau mendustakan semuanya." (HR. Bukhârî dan Muslim).

Padahal Allah Subhaanahu wa Ta'ala telah melarang perbuatan zina dan segala sesuatu yang bisa mendekati perzinaan. (Lihat Hirâsatul Fadhîlah oleh Syaikh Bakr Abu Zaid, hal. 94-98). Sebagaimana firman-Nya, artinya, "Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk." (QS. Al-Isrâ': 32).

Hukum Pacaran
Setelah memerhatikan ayat dan hadits di atas, maka tidak diragukan lagi bahwa pacaran itu haram, karena beberapa sebab berikut:
  1. Orang yang sedang pacaran tidak mungkin menundukan pandangannya terhadap kekasihnya. Awal munculnya rasa cinta itu pun adalah dari seringnya mata memandang kepadanya.
  2. Orang yang sedang pacaran tidak akan bisa menjaga hijab.
  3. orang yang sedang pacaran biasanya sering berdua-duaan dengan kekasihnya, baik di dalam rumah atau di luar rumah
  4. Wanita akan bersikap manja dan mendayukan suaranya saat bersama kekasihnya
  5. Pacaran identik dengan saling menyentuh antara laki-laki dengan wanita, meskipun itu hanya jabat tangan.
  6. Orang yang sedang pacaran, bisa dipastikan selalu membayangkan orang yang dicintainya.
Perhatikan kembali etika pergaulan dengan lawan jenis dalam Islam yang telah kami sebutkan di atas. Berapa poin pelanggaran yang dilakukan oleh orang pacaran? Dalam kamus pacaran, hal-hal tersebut adalah lumrah dilakukan, padahal satu hal saja cukup untuk mengharamkan pacaran, lalu bagaimana kalau semuanya?

NONMUSLIM BERKATA TENTANG MUHAMMAD ?


Mei 1, 2007
Edward Gibbon :
“Citra baik Muhammad mengalahkan ketenaran raja-raja. Nabi yang diutus Tuhannya ini melakukan pekerjaan sehari-hari. Ia menyalakan api, menyapu, memeras susu kambing, dan menambal sendiri sepatu dan pakaiannya yg terbuat dari wol. Seakan menolak pencitraan dirinya sebagai seorang pertapa suci yang diagungkan, ia menjalani hidup seperti seorang bangsa Arab dan seorang prajurit - dengan sedikit makan. Dalam suatu acara yang hikmat, ia menjamu para tamunya dengan cara sederhana dan penuh keramahan. Namun dalam kehidupan pribadinya, minggu-minggu terlewatkan dengan serba kekurangan di dalam rumahnya. Ia tidak mengenal anggur dalam kebiasaan hidupnya. Rasa laparnya cukup terpuaskan oleh sepotong roti: ia merasa amat bahagia dengan seteguk susu dan madu, sebab kurma dan air adalah menu sehari-harinya.” - [Edward Gibbon, The History of the Decline And Fall of The Roman Empire, Vol. VI, London: The Folio Society, p.264.]

Bosworth Smith :
“Dia adalah kepala negara sekaligus pemimpin agama, dia adalah Kaisar dan Paus jadi satu. Tapi, dia adalah Paus tanpa kekuasaan kepausan, dan Kaisar tanpa pasukan kekaisaran, tanpa bala-tentara yang siap tempur, tanpa pengawal, tanpa istana, tanpa pemasukan yang tetap. Jika ada seorang manusia yang berhak untuk menyatakan bahwa ia memerintah atas perintah Ilahi, maka itu adalah Muhammad, karena ia memiliki seluruh kekuasaan tanpa perangkat dan pendukung yang dibutuhkan bagi sebuah kekuasaan seperti itu.” - [Bosworth Smith, Mohammad and Mohammadanism, London, 1874, p. 92.]

Annie Besant :
“Adalah tidak mungkin bagi seseorang yang mempelajari kehidupan dan karakter seorang Nabi besar dari bangsa Arab itu - yang mengetahui bagaimana ia mengajar dan menjalani hidup - hanya akan tiba pada sekedar rasa hormat saja atas kemuliaan Nabi yang menakjubkan ini, salah seorang utusan Tuhan yang teragung. Dan walaupun dalam karya-karya saya yang mungkin dikenal banyak orang, saya menulis banyak tentangnya tetap saja ketika saya membacanya berulang kali, rasa hormat, penghargaan dan takjub saya tak pernah ada habisnya bagi mahaguru dari bangsa Arab itu.” - [Annie Besant, The Life and Teachings of Muhammad, Madras, 1932, p.4.]

Mahatma Gandhi :
“Saya ingin mengetahui tentang manusia paling berpengaruh dalam hati jutaan umat manusia… Saya semakin bertambah yakin bahkan kemenangan yang didapat oleh Islam pada masa-masa itu bukanlah dari ayunan pedang. Kemenangan itu buah dari kesederhanaan Nabi yang gigih, keikhlasan Nabi yang telah mencapai puncaknya, kehati-hatian terhadap semua amanat yang diembannya, pengabdian yang mendalam terhadap para sahabat dan pengikutnya, keberaniannya, ketidaktakutannya, keyakinan yang sempurna terhadap Tuhan dan misinya. Inilah semua dan bukanlah jalan pedang yang mengatasi semua halangan-halangan itu. Ketika saya menyelesaikan bab ke-dua dari biografi sang Nabi, saya menyesal: sudah tidak ada lagi kehidupan agung lain yang bisa saya pelajari.” - [Young India, 1922.]

Dr.TVN Persaud :
Menurutku, Muhammad adalah seorang lelaki biasa. Dia tidak bisa membaca dan menulis. Dia buta huruf. Kita membicarakan masa 1.400 tahun yg lalu. Dimana seorang yang buta huruf membuat pernyataan-pernyataan menakjubkan, yang secara ilmiah luar biasa akurat. Saya secara pribadi tidak bisa melihat hal ini sebagai sebuah kebetulan belaka. Terlalu banyak akurasi yang dia berikan, seperti Dr. Moore, saya tidak punya keraguan dalam fikiran saya bahwa adalah wahyu Tuhan yang membimbing Muhammad dalam membuat pernyataan-pernyataan itu” - [Dr.TVN Persaud, Profe sor Anatomi, Ahli Kesehatan & Penyakit Anak. Mempublikasikan lebih dari 181 tulisan ilmiah. Th.1991 menerima penghargaan tertinggi bidang anatomi di Kanada.]

Profesor Tagata Tagasone :
“Dari penelitian-penelitian saya dan apa yang telah saya pelajari dari konferensi ini, saya percaya bahwa segala yang telah ditulis di Qur’an 1.400 tahun yang lalu adalah kebenaran yang dapat dibuktikan dengan penelitian ilmiah. Karena Muhammad tidak dapat menulis dan membaca, Muhammad pastilah seorang utusan yang menyampaikan kebenaran yang diwahyukan kepadanya sebagai pencerahan dari yang Maha Pencipta. Sang pencipta ini pastilah Tuhan, atau Allah. Karena itu, saya rasa inilah waktunya saya mengucapkan “Laa ilaaha illallah, dan tidak ada Tuhan yang pantas disembah melainkan Allah, ‘Muhammad Rasool Allah’, Muhammad adalah utusan Allah …” - [Profesor Tagata Tagasone, Mantan Kepala Fakultas Anatomi dan Embriologi di Universitas Chiang Mai, Thailand.]

Alphonsso De Lamartine (1790-1869) :
Apabila tujuan yang luar biasa besar, dengan bekal memulai yang amat minim, dan hasil yang juga luar biasa besar, adalah tiga syarat untuk seseorang disebut jenius, siapa yang berani membandingkan manusia hebat mana pun dlm sejarah modern ini dengan Muhammad ? Orang-orang yang paling terkenal hanya menghasilkan senjata, hukum dan kekaisaran. Mereka menemukan tak lain hanya kekuatan material yang seringkali lenyap begitu saja di depan mata. Orang ini (Muhammad) tidak hanya mengendalikan pasukan, undang-undang, kerajaan-kerajaan, orang-orang dan dinasti, tetapi jutaan manusia di sepertiga dunia yg dihuni masa itu; dan lebih dari itu. Dia menggoyangkan altar-altar, dewa-dewa, agama-agama, ide-ide, kepercayaan-kepercayaan dan jiwa manusia…keuletannya untuk mencapai kemenangan, tekadnya… kesemuanya semata dicurahkan untuk satu gagasan mulia, dan sama sekali bukan untuk membangun sebuah kekaisaran. Doanya yg terus-menerus, wahyu yang dia peroleh dari Tuhan, kematiannya dan pencapaiannya setelah kematian, semuanya ini tidak lain membuktikan pendiriannya yg gigih, yg memberikannya kekuatan untuk menegakkan sebuah ajaran. Ajaran ini ada dua sisi : Keesaan Tuhan dan Tuhan sebagai dzat yang immaterial. Ajaran yang pertama manjelaskan tentang apa Tuhan itu, ajaran kedua menjelaskan tentang apa yg bukan Tuhan. Yang pertama menghancurkan tuhan-tuhan palsu melalui perlawanan, yang kedua menjelaskan tentang Tuhan melalui kata-kata.
Filosof, orator, rasul, pembuat undang-undang, pejuang, pencetus ide-ide, pelestari ajaran yang rasional dan keyakinan tanpa simbol-simbol, pendiri duapuluhtiga kerajaan dengan satu agama, itulah Muhammad. Dengan menggunakan standar manusiawi apa pun, kita boleh bertanya, adakah orang yang lebih hebat dari dia ?. [Lamartine, Histoire de la Turquire, Paris, 1854, Vol. II, pp 276-277.]

Maxime Rodinson :
Muhammad yang dulunya seorang bocah dan pria muda yang gelisah telah menjadi Muhammad Sang Nabi. Berkat kepatutan pendekatan, baik secara pribadi, agama mau pun sosial, pesannya disambut dengan penuh semangat oleh sekelompok kecil orang yang selanjutnya menjadi sahabat setia. Kelompok ini kemudian menjadi sebuah komunitas, komunitas agama. Di Madinah, Muhammad menemukan dirinya dalam situasi yang memungkinkan - bahkan mengharuskan dia melakukan perjuangan untuk mempero leh kekuasaan di daerah oase itu…
Lima tahun kemudian setelah peristiwa hijrah, kelompok tadi telah mentransformasikan dirinya menjadi sebuah negera yang dihormati oleh para tetangganya…
Sejarah, dan khususnya sejarah Islam, mengenal para tokoh pembaharu lainnya di bidang agama, yang memiliki posisi untuk memainkan peran politik. Namun sering mereka terbukti tak mampu beradaptasi pada bekerjanya kekuatan-kekuatan “political interplay” yang ada. Mereka telah gagal bertindak pada saat dan tempat yang diperlukan, mereka tidak tahu cara bagaimana “membaca” berbagai tujuan jangka panjang, dan juga tidak berhasil menjalankan kegiatan praktis yang terus-menerus dapat berubah, untuk memenuhi kebutuhan yang juga terus-menerus berubah sesuai kebutuhan pada saat itu juga. Terkadang para pemimpin agama itu pun harus bekerja sama dengan orang yang memiliki kepiawaian menyiasati - yang tinggi tingkat kesulitannya - dan yang mampu mewujudkan rencana-rencana.
Tetapi Muhammad menemukan dalam dirinya semua hal itu: dia memiliki semua bekal yang dibutuhkan untuk memenuhi peran gandanya tersebut.
Di Medina, sang penyeru kebenaran abadi tersebut telah muncul pula sebagai seorang politisi yang ulet dan handal. Mampu mengendalikan perasaannya dan tidak memperbolehkan perasaan tersebut terlihat kecuali pada waktunya yang tepat. Mampu menunggu sekali pun untuk waktu yang lama, dan bertindak cepat jika saat yang tepat datang… Dengan cara yang sama - sebagian besarnya - dia juga telah membuk tikan dirinya sebagai jendral piawai, yang mampu dalam merancang peperangan secara cerdik, dan mengambil langkah tepat yang diperlukan di setiap pertempuran”. [Maxime Rodinson, Muhammad, diterjemahkan dari bahasa Perancis oleh Anne Carter, London.] -

Napoleon Bonaparte (Napoleon I), (1769-1821) :
Tokoh penting Perancis, panglima perang kenamaan, pendiri imperium Perancis, banyak negeri yang telah ditaklukkan. Kata-kata Nalopeon pernah disitir oleh seorang penulis bernama Cherfils dalam bukunya berjudul “Bonaparte et l’Islam”, sebagai berikut :
“Musa telah menerangkan adanya Tuhan kepada bangsanya, Yesus kepada bangsa Romawi, Muhammad kepada seluruh dunia”. “Enam abad sepeninggal Yesus bangsa Arab adalah bangsa penyembah berhala, yaitu ketika Muhammad memperkenalkan penyembahan kepada Tuhan yang disembah oleh Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, Sekte Arius dan sekte-sekte lainnya telah mengganggu kesentosaan Timur dengan jalan membangkit-bangkitkan persoalan tentang sifat tuhan bapa, tuhan anak dan roh kudus… Muhamad mengatakan, tidak ada tuhan selain Allah yang tidak berbapa, tidak beranak, dan Trinitas itu kemasukan ide-ide sesat.. “. “Muhammad seorang bangsawan, ia mempersatukan semua patriot. Dalam beberapa tahun kaum muslimin dapat menguasai separoh bola bumi. Jiwa manusia yang mereka selamatkan, berhala-berhala yang mereka hancurkan. Dan tempat-tempat pemujaan yang mereka runtuhkan selama 15 tahun, jauh lebih banyak dibanding dengan yang pernah dilakukan para pengikut Musa dan Isa selama 15 tahun. Muhammad memang seorang manusia besar. Sekiranya revolusi yang dibangkitkan itu tidak dipersiapkan oleh keadaan, mungkin dia sudah dipandang sebagai dewa. Ketika dia muncul, bangsa Arab telah bertahun-tahun terlibat dalam perang saudara”.

Monseur Dinet :
Setelah banyak mempelajari, menekuni dan mengkaji semua segi ajaran islam, dan setelah membanding-bandingkan dengan agama lain, akhirnya ia memeluk Islam. Hingga akhir hayatnya ia tetap sebagai muslim yang baik. Setelah menunaikan ibadah haji, dia menulis buku khusus dengan cara yang sangat indah dan menarik : Indah susunan kalimatnya, jauh jangkauannya, kuat argumentasinya dan mudah dicerna karena gaya bahasanya yang sederhana. Dialah yang dengan tegas mengalamatkan kata-katanya kepada H.A.Lamens, pendeta Nasrani, pengarang, yang mana dalam semua karyanya mengenai Islam. Dan tidak pernah jemu menyerang Islam juga nabi yang membawa ajaran Islam. Kepada Lames itulah Dinet berkata :”Kami berada di suatu lembah, dan tuan berada di lembah yang lain”.
Lebih jauh beliau mengatakan :”Kesalahan orang eropa (barat) yang sangat fatal ialah, karena mereka mengkaji dan menganalisa kehidupan Muhammad dgn cara menurut tabiat orang barat, padahal Nabi Muhammad bukan orang barat. Lagi pula logika barat tdk mungkin mendatangkan kesimpulan yg benar jika digunakan untuk memahami sejarah kehidupan para nabi & rasul yg mana kesemuanya adalah orang timur”.
Prod.Dinet kemudian menyebut barisan nama kaum orientalis fanatik yang anti Islam, antara lain : H.A.Lamens, Dozzy, Noldeke, Goethe, Sprenger, Grimme, Snouck Horgronye, dll. Setelah meneliti pendapat mereka, Prof.Dinet mengatakan :”Apabila kita perhatikan pendapat mereka, baik yang berkebangsaan Perancis, Inggris, Belanda, atau yang lainnya; maka kita temukan pendapat yang berlawanan antara yang satu dengan yang lain, hingga orang tidak dapat memilih mana yang benar, karena semuanya jauh menyimpang dari sumber-sumber riwayat yang benar”.
(diketik ulang dari : “Riwayat Kehidupan Nabi Besar Muhammad SAW”, HMH.Al Hamid Al Husaini, Yayasan Al Hamidiy Jakarta, cetakan kelima, 1995, hal : 936-953)

Surat Terakhir Dari Ancone

Dear Friend,
Bagaimana kabarmu beserta keluarga, keponakan-keponakanmu yang lucu, dan teman-temanmu dalam Islam? Aku harap mereka semua baik-baik saja. Dan bagaimana pula dengan ujian akhirmu? Sebagaimana yang kau tulis di suratmu yang lalu tentang perasaan sedihmu akan meninggalkan masa-masa di Senior High yang penuh keakraban terutama dengan siswa-siswa baru yang mulai berkenalan dengan cahaya baru Islam yang kau bilang namanya hidayah. Aku ingat ketika kulontarkan kata-kata kebencian ketika aku mengetahui agamamu, dengan sabar kamu berusaha meluruskan persepsiku.
Ah….forget it friend. Aku malu bila mengingat apa yang sudah kutulis padamu. Padahal tahun pertama persahabatan kita begitu manis. Aku masih ingat ketika membuka e-mail pertama darimu di sebuah box surat dalam dunia maya. Kau ceritakan siapa dirimu, hobimu, dan dari mana kamu tahu e-mail addressku. Aku begitu terkesan dengan cerita-ceritamu tentang negeri dengan hawa tropis di sana, Indonesia. Kau ceritakan pula tentang kota tempat tinggalmu Surabaya, yang akan menjadi kota metropolitan kedua setelah ibu kota Jakarta. Kedatangan e-mailmu seakan-akan kiriman Tuhan dari langit karena begitu tepat momentnya, tatkala aku begitu butuh seorang teman untuk berbagi cerita.
Ngomong-ngomong mengenai Tuhan, aku tidak begitu peduli dengan-Nya. Aku percaya bahwa Tuhan ada tapi tentang keterlibatan-Nya dalam urusan dunia, nanti dulu. Paham sekuler yang ditanamkan sejak dini itu begitu kuat di kepribadian kami, anak-anak Eropa. Biarlah Tuhan mengurusi persoalan di langit. Tentang urusan dunia, biarkan kami anak-anak Tuhan yang menanganinya. Ditambah lagi pelajaran agama tidak pernah ada di sekolah-sekolah umum, kecuali sekolah biara tentunya. Jadilah kami generasi yang begitu bangga pada kemampuan otak dan kreativitas. Dad pernah menyekolahkanku di sekolah biara dengan paket khusus liburan musim dingin beberapa tahun lalu. O ya, Dad berasal dari England, negerinya si cantik Lady Diana. Makanya aku memanggilnya lain dari anak Perancis umumnya. Dad begitu ingin aku mengikuti jejaknya, mengabdikan diri pada Tuhan dan menghindari urusan dunia yang tidak abadi, katanya. Tapi aku bukanlah Melville, abangku yang mengikuti jejak Dad. Melville yang memutuskan masuk biara setelah Nicole, pacarnya lari dengan laki-laki lain. Dad semakin bangga dengan anak laki-laki satu-satunya itu. Di tengah kekalutannya, dia memilih biara sebagai pelarian. Mungkin menurut Dad itu lebih baik daripada Mary, si bungsu yang saat ini tak ketahuan rimbanya setelah menggugurkan kandungan di usianya yang masih 15 tahun itu. Hanya akulah harapan Dad yang masih tegar dan suci, sesuci keperawanan Bunda Maria. Tapi Dad pun tahu bahwa aku tidak tega menjadikan biara sebagai pelarian dari semua masalah, terutama mereka yang patah hati. Kasihan Yesus yang menderita karena dosa manusia dan menjadikan biara dan gereja hanya sebagai tempat penampungan bagi mereka yang putus asa dan merasa hidupnya tak berarti lagi. Hampir semua yang menjadi pastor dan biarawati adalah mereka yang telah pernah melakukan seks di luar nikah. Bahkan yang membuatku kecewa tidak itu saja. Suatu malam aku memergoki seorang suster dan pastor melakukan hal-hal yang tidak sepantasnya mereka lakukan. Aku tahu, sebetulnya aku tidak boleh mengetahui apa yang mereka lakukan. Tapi rasa ingin tahuku mengalahkan segalanya. Semalaman aku tidak bisa tidur dan harus kembali merenungi kata-kata dalam suratmu sebelumnya. Menikah adalah sesuatu yang alami pada manusia untuk mengendalikan diri dari perilaku-perilaku yang menyimpang. Kamu menyebutnya fitrah. Di lain pihak segolongan orang melakukan penyimpangan sehingga terlalu bebas atau free sex, sedangkan sebagian yang lain pura-pura sok suci dan berusaha lari ke biara-biara untuk menghindari sesuatu yang menurut mereka kotor dan menjijikkan. Tapi mereka munafik, toh mereka lakukan juga walaupun dengan sembunyi-sembunyi.
Banyak hal yang membuatku semakin bingung, ketika aku berusaha memperdalam agama ini. Tentang prinsip tiga dalam satu, penebusan dosa, ataupun yang lain. Kami di sini tidak diperbolehkan untuk bertanya atau menyangkal tapi hanya diajar untuk menerima tanpa bantahan. Karena pernah suatu kali aku mencoba menanyakan kedua hal di atas dan aku pun masih ingat bagaimana merahnya wajah pastor pengajar. Kemudian salah satu suster mendekatiku, memintaku keluar kelas dan memintaku beristirahat. Dianggapnya aku sakit dan sedang mengigau. Semakin kupikirkan ini semakin pening rasa kepalaku. Kuputuskan untuk tidak mengikuti bahasan selanjutnya tentang trik-trik untuk menjadi misionaris yang efektif. Aku tidak berminat lagi. Aku sudah cukup muak dengan itu semua. Menarik orang-orang awam, miskin dan bodoh dengan iming-iming uang dan makanan. Dan bukannya dengan argumentasi dan intelektualitas logis yang bisa dipertanggungjawabkan untuk mencari kebenaran. Satu hal lagi, tingkah lakuku semakin diawasi sejak kulontarkan pertanyaan tempo hari. Untunglah ada seorang biarawati yang baik dan memohon suster kepala untuk menyerahkan pengawasanku padanya. Suster Antoinette namanya. Dia begitu memahami tentang kebingunganku terhadap prinsip-prinsip unlogical yang kuterima. Bahkan dia mendorongku untuk mempelajari berbagai agama lain. Aku masih ingat salah satu kata-katanya, “Islam adalah salah satu agama besar di dunia dan identik dengan terorisme. Tapi bukan mustahil kebenaran ada di dalamnya.” Aku langsung teringat dirimu yang juga berpakaian rapat seperti Suster Antoinette.
Kota ini terlalu kecil bagiku untuk mendapatkan sepercik embun pada dahagaku, haus akan kebenaran. Minggu depan umurku genap delapan belas tahun, usia kebebasan yang bahkan orang tua pun tidak berhak melarang atau menyuruh apa pun pada anaknya. Lucu bila mengingat di negaramu sana umur tujuh belas tahun biasa dirayakan dengan meriah bagi mereka yang mengagungkan peradaban barat dengan anggapan mereka sudah dewasa. Di sini kedewasaan itu tidak diukur dengan pesta meriah tapi bukti seratus persen harus sudah lepas dari tanggung jawab orang tua. Benar-benar hidup mandiri. Aku harus ke Paris, suatu kota yang kata orang the most romantic city in the world. Yah, aku ke sana memang mau mencari cinta, tapi bukan cinta semu yang diobral sepanjang Mouff distrik, atau pun dari Place de la Contrescarpe dan sepanjang the Rue Mouffetard. Yang kucari adalah cinta hakiki, yang akan memberi kedamaian di hati. Yang akan menjawab semua pertanyaan besarku tentang dari mana aku berasal, untuk apa sebenarnya aku hidup di dunia ini, dan setelah semua ini berakhir, kemanakah aku kan pergi.
Paris di malam hari. Cukup indah dengan segala lampu kota menghias di tiap sudut jalan dibandingkan dengan kota kecil Ancone yang bernuansa pedesaan. Toko-toko berjajar, orang-orang berjas dan berdasi hanya untuk makan malam, diskotik, pub dan hotel penuh orang. Tapi bukan itu tujuanku kemari. Kulangkahkan kaki menuju museum kota tempat perpustakaan dan literatur tentang segala agama berada. Tidak banyak yang kudapatkan unutk memuaskan dahagaku tentang kebenaran dan konsep hidup yang benar. Kulangkahkan kaki menuju Cancale, pantai Brittani yang terkenal indah. Kebetulan di bulan September ini cuaca sangat cerah, summer season. Matahari lambat terbenam sehingga aku masih sempat menyaksikan sinar indahnya di hampir tengah malam ini. Kutarik nafas dalam dan tak henti memandang keindahannya. Pastilah ada Yang Mahaindah di balik itu semua. Seperti yang pernah kau kutipkan dari kitab sucimu Al Kur’an bahwa dalam penciptaan langit dan bumi terdapat tanda-tanda kebesaran Tuhan bagi mereka yang mau berpikir.
Hari mulai gelap dan aku tak ingin menghentikan kembaraku. Kubiarkan kaki melangkah sekehendak hati hingga tibalah aku di depan Masjid Hammam atau orangbiasa menyebutnya Hammam of the Paris mosque. Entah kenapa ada kerinduan menyeruak kala terdengar seruan dari dalam yang nantinya aku tahu bernama adzan. Sebuah panggilan merdu untuk beribadah yang bernama sholat. Di tengah ketertegunanku ada seorang muslimah berbaju rapat mengingatkanku akan suster Antoinette yang hanya terlihat muka dan telapak tangan. Dia menyapaku ramah dan mengajakku ke ruangan teduh yang merupakan sekretariat muslimah. Di situlah untuk pertama kalinya aku menangis setelah semua pertanyaan yang mengusikku terjawab dengan sangat memuaskan. Tentang dari mana aku berasal, untuk apa aku hidup di dunia ini, dan ke mana aku akan kembali setelah kematian menjemput. Aku merasa seperti terlahir kembali dan menemukan diriku yang sama sekali baru. Betapa ada Yang Maha Segalanya di balik manusia, alam dan kehidupan ini, ada Yang Maha menciptakan dan dia juga Maha pengatur. Karena? tidak ada yang Maha memahami manusia selain pencipta itu sendiri. Betapa naif bila kehidupan yang sedemikian rumit diserahkan ke akal manusia yang terbatas dengan konsep trial and error. Harus ada aturan pasti tentang semua hal itu. Dan konsep kebaikan akan ada pahala sedangkan kejahatan akan ada balasan tidak hanya setelah mati kelak tapi juga di dunia sebagai ganjaran untuk pemelihara hidup dan kehidupan. Benar-benar suatu konsep hidup yang amazing, luar biasa. Betapa sejak mula kita bangun tidur hingga semua aktifitas sehari-hari dilakukan hingga tidur lagi ada semua aturan yang begitu sempurna. Baru kali ini aku menemui suatu agama yang tidak hanya berdimensi spriritual an sich, tapi dimensi politik untuk mengurusi kehidupan semua lapisan masyarakat pun terbahas dengan sempurna dalam agama samawi terakhir ini, Al-Islam.
Akhirnya segala jerih payahku terbayar lunas. Tidak pernah aku sebahagia ini. Tapi di saat bersamaan ada terbersit khawatir di hati apabila Dad mengetahui tentang keislamanku. Dad orang yang keras, dia tidak segan-segan menghajar anaknya yang dianggap tidak patuh. Itu sebabnya Mary memilih lari dari rumah dengan perut buncit akibat pergaulan bebasnya. Ah, betapa rindunya aku dengan saudaraku itu. Ingin rasanya kubagi kebahagiaan ini dengan orang-orang terdekatku. Aku harus pulang.
Seperti yang pernah kutulis padamu, Dad orang yang keras. Tubuhku penuh bilur akibat siksaan dari kemarahannya setelah tahu tentang keislamanku. Aku tidak bisa menahan rasa hatiku untuk tidak memberitahunya. Walaupun sesungguhnya Tuhan, kita menyebutnya Allah membolehkan kita menyembunyikannya apabila situasi tidak memungkinkan. Tapi aku memilih jalan ini. Akan kutanggung semua konsekuensi dari keimananku. Karena di sinilah aku merasakan secara nyata lezatnya beriman dalam Islam.
Kutulis paragraph terakhir dari surat pertamaku ini untukmu, my dearest friend. Betapa tak henti kagumku dengan teknologi yang membikin dunia seperti sebuah desa informasi. Ketika internet bagai pisau bermata dua, maka aku telah menggunakan sisi baiknya. Sedikit banyak kamu telah membantuku menemukan muara dari kembara ruhaniku. Kamu yang hadir di belahan bumi sana dan tak pernah kugenggam erat genggam hangat persahabatanmu selain hanya sebuah image foto yang kita kirim satu sama lain, tapi hati kita nyata dalam balutan kasih Ilahi. Doakan aku, karena doa itulah kekuatan kita yang terpisah beribu-ribu mil jauhnya. Bukan good bye karena ini bukan perpisahan, tapi I’ll see you soon karena kita akan bertemu, Insya Allah. Bila tidak di dunia ini, biarlah di akhirat nanti. Salam sayangku selalu untukmu dan semua orang-orang yang kau kasihi dan juga muslim sedunia. Semoga Allah memberiku kekuatan dalam menjalani ini semua.

Love for thee

Laura Rotchild.
Aka Fathimah
PS: Douce France, doux pays de mon enfance. Sweet France, sweet land of my childhood. Aku terlahir di sini, dan biarlah kututup mataku di sini pula.
* * * * *
Kubaca tiap kata dari surat pertama dan terakhir Laura dengan hati berkecamuk antara bahagia dan sedih bercampur jadi satu. Selamat datang saudaraku, selamat datang dalam iman dan Islam. Aku tidak tahu apakah pantas aku mengucapkan good bye dan saatnyakah kulakukan sholat gaib untukmu? Aku begitu mengenal tulisanmu dan gaya bertuturmu. Terlihat di surat terakhirmu kalau kamu begitu kesakitan sehingga sering tulisanmu melewati garis, naik turun tidak beraturan. Dari gayamu bercerita pun aku tahu kamu menyimpan luka baik fisik atau pun psychologis yang dahsyat. Kamu selalu tidak ingin berbagi kesedihanmu dengan orang lain. Tapi tiga tahun berteman di dunia maya cukup bagiku untuk mengenali dirimu dan berusaha merasakan kepedihanmu. Walau mungkin itu tak sebanding dengan apa yang kamu rasakan sendiri. Kamu mungkin tidak sadar kalau di ujung lembaran suratmu ada warna merah kehitaman membeku sehingga membuatku yakin kalau kondisimu jauh lebih parah dari isi suratmu yang hanya menggambarkan bilur di tubuh.
ooOoo
Laila Putri mengambil air wudhu dan menunaikan sholat sunnah untuk mendoakan sahabatnya itu. Tak ingin meyakini dirinya untuk melakukan sholat ghaib tentang kondisi terakhir Laura yang memilih nama Fathimah sebagai nama hijrahnya. Sahabat yang terasa begitu dekat tapi jauh secara materi. Pertemanan yang terjalin lewat dunia maya sebatas e-mail akhirnya harus ditutup dengan sepucuk surat nyata berbilur lara dan darah. Allah selalu bersamamu ya…ukhti.
(Teruntuk teman dunia mayaku, kapankah kalian menemukan muara bahagia itu?)

By: Ria Fariana (www.gaulislam.com)

Senin, 24 Januari 2011

HIDAYAH DARI BIARA

Irene Handono

Aku dibesarkan dalam keluarga yang religius. Ayah dan ibuku merupakan pemeluk Katholik yang taat. Sejak bayi aku sudah dibaptis, dan sekolah seperti anak-anak lain. Aku juga mengikuti kursus agama secara privat. Ketika remaja aku aktif di organisasi gereja.
Sejak masa kanak-kanak, aku sudah termotivasi untuk masuk biara. Bagi orang Katholik, hidup membiara adalah hidup yang paling mulia, karena pengabdian total seluruh hidupnya hanya kepada Tuhan. Semakin aku besar, keinginan itu sedemikian kuatnya, sehingga menjadi biarawati adalah tujuan satu-satunya dalam hidupku.
Kehidupanku nyaris sempurna, aku terlahir dari keluarga yang kaya raya, kalau diukur dari materi. Rumahku luasnya 1000 meter persegi. Bayangkan, betapa besarnya. Kami berasal dari etnis Tionghoa. Ayaku adalah seorang pengusaha terkenal di Surabaya, beliau merupakan salah satu donatur terbesar gereja di Indonesia. Aku anak kelima dan perempuan satu-satunya dari lima bersaudara. Aku amat bersyukur karena dianugrahi banyak kelebihan. Selain materi, kecerdasanku cukup lumayan. Prestasi akademikku selalu memuaskan. Aku pernah terpilih sebagai ketua termuda pada salah satu organisasi gereja. Ketika remaja aku layaknya remaja pada umumnya, punya banyak teman, aku dicintai oleh mereka, bahkan aku menjadi faforit bagi kawan-kawanku.
Intinya, masa mudaku kuhabiskan dengan penuh kesan, bermakna, dan indah. Namun demikian aku tidak larut dalam semaraknya pergaulan muda-mudi, walalupun semua fasilitas untuk hura-hura bahkan foya-foya ada. Keinginan untuk menjadi biarawati tetap kuat. Ketika aku lulus SMU, aku memutuskan untuk mengikuti panggilan Tuhan itu.
Tentu saja orang tuaku terkejut. Berat bagi mereka untuk membiarkan anak gadisnya hidup terpisah dengan mereka. Sebagai pemeluk Katholik yang taat, mereka akhirnya mengikhlaskannya. Sebaliknya dengan kakak-kakaku, mereka justru bangga punya adik yang masuk biarawati.
Tidak ada kesulitan ketika aku melangkah ke biara, justru kemudahan yang kurasakan. Dari banyak biarawati, hanya ada dua orang biara yang diberi tugas ganda. Yaitu kuliah di biara dan kuliah di Instituit Filsafat Teologia, seperti seminari yang merupakan pendidikan akhir pastur. Salah satu dari biarawati yang diberi keistimewaan itu adalah saya.
Dalam usia 19 tahun Aku harus menekuni dua pendidikan sekaligus, yakni pendidikan di biara, dan di seminari, dimana aku mengambil Fakultas Comparative Religion, Jurusan Islamologi.
Di tempat inilah untuk pertama kali aku mengenal Islam. Di awal kuliah, dosen memberi pengantar bahwa agama yang terbaik adalah agama kami sedangkan agama lain itu tidak baik. Beliau mengatakan, Islam itu jelek. Di Indonesia yang melarat itu siapa ?, Yang bodoh siapa ? Yang kumuh siapa ? Yang tinggal di bantaran sungai siapa ? Yang kehilangan sandal setiap hari jumat siapa ? Yang berselisih paham tidak bisa bersatu itu siapa ? Yang jadi teroris siapa ? Semua menunjuk pada Islam. Jadi Islam itu jelek.
Aku mengatakan kesimpulan itu perlu diuji, kita lihat negara-negara lain, Philiphina, Meksiko, Itali, Irlandia, negara-negara yang mayoritas kristiani itu tak kalah amburadulnya. Aku juga mencontohkan negara-negara penjajah seperti terbentuknya negara Amerika dan Australia, sampai terbentuknya negara Yahudi Israel itu, mereka dari dulu tidak punya wilayah, lalu merampok negara Palestina.
Jadi tidak terbukti kalau Islam itu symbol keburukan. Aku jadi tertarik mempelajari masalah ini. Solusinya, aku minta ijin kepada pastur untuk mempelajari Islam dari sumbernya sendiri, yaitu al-Qur’an dan Hadits. Usulan itu diterima, tapi dengan catatan, aku harus mencari kelemahan Islam.
Ketika pertama kali memegang kitab suci al-Qur’an, aku bingung. Kitab ini, mana yang depan, mana yang belakang, mana atas mana bawah. Kemudian aku amati bentuk hurufnya, aku semakin bingung. Bentuknya panjang-panjang, bulat-bulat, akhirnya aku ambil jalan pintas, aku harus mempelajari dari terjemah.
Ketika aku pelajari dari terjemahan, karena aku tak mengerti bahwa membaca al-Quran dimulai dari kiri, aku justru terbalik dengan membukanya dari kanan. Yang pertama kali aku pandang, adalah surat Al Ihlas. Aku membacanya, bagus surat al-Ikhlas ini, pujiku. Suara hatiku membenarkan bahwa Allah itu Ahad, Allah itu satu, Allah tidak beranak, tidak diperanakkan dan tidak sesuatu pun yang menyamai Dia. “Ini ‘kok bagus, dan bisa diterima !”, pujiku lagi.
Pagi harinya, saat kuliah Teologia, dosen saya mengatakan, bahwa Tuhan itu satu tapi pribadinya tiga, yaitu Tuhan Bapak, Tuhan Putra dan Tuhan Roh Kudus. Tiga Tuhan dalam satu, satu Tuhan dalam tiga, ini yang dinamakan trinitas, atau tritunggal. Malamnya, ada yang mendorong diriku untuk mengaji lagi surat al-Ihklas. “Allahhu ahad, ini yang benar,” putusku pada akhirnya. Maka hari berikutnya terjadi dialog antara saya dan dosen-dosen saya. Aku katakan, “Pastur, saya belum paham hakekat Tuhan.”
“Yang mana yang Anda belum paham ?” tanya Pastur. Dia maju ke papan tulis sambil menggambar segitiga sama sisi, AB=BC=CA. Aku dijelaskan, segitiganya satu, sisinya tiga, berarti tuhan itu satu tapi pribadinya tiga. Tuhan Bapak sama kuasanya dengana Tuhan Putra sama dengan kuasanya Tuhan Roh Kudus. Demikian Pastur menjelaskan.
“Kalau demikian, suatu saat nanti kalau dunia ini sudah moderen, iptek semakin canggih, Tuhan kalau hanya punya tiga pribadi, tidak akan mampu untuk mengelola dunia ini. Harus ada penambahnya menjadi empat pribadi,” tanyaku lebih mendalam.
Dosen menjawab, “Tidak bisa !”
Aku jawab “bisa saja”, kemudian aku maju ke papan tulis. Saya gambar bujur sangkar. Kalau dosen saya mengatakan Tuhan itu tiga dengan gambar segitiga sama sisi, sekarang saya gambar bujur sangkar. Dengan demikian, bisa saja saya simpulkan kalau tuhan itu pribadinya empat. Pastur bilang, tidak boleh. Mengapa tidak boleh ? Tanya saya semakin tak mengerti.
“Ini dogma, yaitu aturan yang dibuat oleh para pemimpin gereja !” tegas Pastur. Aku katakan, kalau aku belum paham dengan dogma itu bagaimana ?.
“Ya terima saja, telan saja. Kalau Anda ragu-ragu, hukumnya dosa !” tegas Pastur mengakhiri.
Walau pun dijawab demikian, malam hari ada kekuatan yang mendorong saya untuk kembali mempelajari surat al-Ikhlas. Ini terus berkelanjutan, sampai akhirnya aku bertanya kepada Pastur, “Siapa yang membuat mimbar, membuat kursi, meja ?” Dia tidak mau jawab. “Coba Anda jawab !” Pastur balik bertanya. Dia mulai curiga. Aku jawab, itu semua yang buat tukang kayu.
“Lalu kenapa ?” tanya Pastur lagi.
“Menurut saya, semua barang itu walaupun dibuat setahun lalu, sampai seratus tahun kemudian tetap kayu, tetap meja, tetap kursi. Tidak ada satu pun yang membuat mereka berubah jadi tukang kayu,” saya mencoba menjelaskan.
“Apa maksud Anda ?” Tanya Pastur penasaran.
Aku kemudian memaparkan, bahwa Tuhan menciptakan alam semesta dan seluas isinya termasuk manusia. Dan manusia yang diciptakan seratus tahun lalu sampai seratus tahun kemudian, sampai kiamat tetap saja manusia, manusia tidak mampu mengubah dirinya menjadi Tuhan, dan Tuhan tidak boleh dipersamakan dengan manusia.
Malamnya, kembali kukaji surat al-Ikhlas. Hari berikutnya, aku bertanya kepada Pastur, “Siapa yang melantik RW ?” Saya ditertawakan. Mereka pikir, ini ‘kok ada suster yang tidak tahu siapa yang melantik RW ?.
“Sebetulnya saya tahu,” ucapku.
“Kalau Anda tahu, mengapa Anda Tanya ? Coba jelaskan !” tantang mereka.
“Menurut saya, yang melantik RW itu pasti eselon di atasnya, lurah atau kepala desa. Kalau sampai ada RW dilantik RT jelas pelantikan itu tidak syah.”
“Apa maksud Anda ?” Mereka semakin tak mengerti.
Saya mencoba menguraikan, “Menurut pendapat saya, Tuhan itu menciptakan alam semesta dan seluruh isinya termasuk manusia. Manusia itu hakekatnya sebagai hamba Tuhan. Maka kalau ada manusia melantik sesama manusia untuk menjadi Tuhan, jelas pelantikan itu tidak syah.”
Malam berikutnya, saya kembali mengkaji surat al-Ikhlas. Kembali terjadi dialog-dialog, sampai akhirnya saya bertanya mengenai sejarah gereja. Menurut semua literratur yang saya pelajari, dan kuliah yang saya terima, Yesus untuk pertama kali disebut dengan sebutan Tuhan, dia dilantik menjadi Tuhan pada tahun 325 Masehi. Jadi, sebelum itu ia belum menjadi Tuhan, dan yang melantiknya sebagai Tuhan adalah Kaisar Constantien kaisar romawi.
Pelantikannya terjadi dalam sebuah conseni (konferensi atau muktamar) di kota Nizea. Untuk pertama kali Yesus berpredikat sebagai Tuhan. Maka silahkan umat kristen di seluruh dunia ini, silahkan mencari cukup satu ayat saja dalam injil, baik Matius, Markus, Lukas, Yohanes, mana ada satu kalimat Yesus yang mengatakan ‘Aku Tuhanmu ‘ ? Tidak pernah ada.
Mereka kaget sekali dan mengaggap saya sebagai biarawati yang kritis. Dan sampai pada pertemuan berikutnya, dalam al-Quran yang saya pelajari, ternyata saya tidak mampu menemukan kelemahan al-Qur’an. Bahkan, saya yakin tidak ada manusia yang mampu.
Kebiasaan mengkaji al-Qur’an tetap saya teruskan, sampai saya berkesimpulan bahwa agama yang hak itu cuma satu, Islam. Subhanaallah. Saya mengambil keputusan besar, keluar dari biara. Itu melalui proses berbagai pertimbangan dan perenungan yang dalam, termasuk melalui surat dan ayat. Bahkan, saya sendiri mengenal sosok Maryam yang sesungguhnya dari al-Qur’an surat Maryam. Padahal, dalam doktrin Katholik, Maryam menjadi tempat yang sangat istimewa. Nyaris tidak ada doa tanpa melalui perantaranya. Anehnya, tidak ada Injil Maryam.
Jadi saya keluar dengan keyakinan bahwa Islam agama Allah. Tapi masih panjang, tidak hari itu saya bersyahadat. Enam tahun kemudian aku baru mengucapkan dua kalimah syahadat.
Selama enam tahun, saya bergelut untuk mencari. Saya diterpa dengan berbagai macam persoalan, baik yang sedih, senang, suka dan duka. Sedih, karena saya harus meninggalkan keluarga saya. Reaksi dari orang tua tentu bingung bercampur sedih.
Sekeluarnya dari biara, aku melanjutkan kuliah ke Universitas Atmajaya. Kemudian aku menikah dengan orang Katholik. Harapanku dengan menikah adalah, aku tidak lagi terusik oleh pencarian agama. Aku berpikir, kalau sudah menikah, ya selesai !
Ternyata diskusi itu tetap berjalan, apalagi suamiku adalah aktifis mahasiswa. Begitu pun dengan diriku, kami kerap kali berdiskusi. Setiap kali kami diskusi, selalu berakhir dengan pertengkaran, karena kalau aku mulai bicara tentang Islam, dia menyudutkan. Padahal, aku tidak suka sesuatu dihujat tanpa alasan. Ketika dia menyudutkan, aku akan membelanya, maka jurang pemisah itu semakin membesar, sampai pada klimaksnya.
Aku berkesimpulan kehidupan rumah tangga seperti ini, tidak bisa berlanjut, dan tidak mungkin bertahan lama. Aku mulai belajar melalui ustadz. Aku mulai mencari ustadz, karena sebelumnya aku hanya belajar Islam dari buku semua. Alhamdulillah Allah mempertemuka saya dengan ustadz yang bagus, diantaranya adalah Kyai Haji Misbah (alm.). Beliau ketua MUI Jawa Timur periode yang lalu.
Aku beberapa kali berkonsultasi dan mengemukakan niat untuk masuk Islam. Tiga kali ia menjawab dengan jawaban yang sama, “Masuk Islam itu gampang, tapi apakah Anda sudah siap dengan konsekwensinya ?”
“Siap !” jawabku.
“Apakah Anda tahu konsekwensinya ?” tanya beliau.
“Pernikahan saya !” tegasku. Aku menyadari keinginanku masuk Islam semakin kuat.
“Kenapa dengan dengan perkawinan Anda, mana yang Anda pilih ?” Tanya beliau lagi.
“Islam” jawabku tegas.
Akhirnya rahmat Allah datang kepadaku. Aku kemudian mengucapkan dua kalimat syahadat di depan beliau. Waktu itu tahun 1983, usiaku 26 tahun. Setelah resmi memeluk Islam, aku mengurus perceraianku, karena suamiku tetap pada agamanya. Pernikahanku telah berlangsung selama lima tahun, dan telah dikaruniai tiga orang anak, satu perempuan dan dua laki-laki. Alhamdulillah, saat mereka telah menjadi muslim dan muslimah.
Setelah aku mengucapkan syahadat, aku tahu persis posisiku sebagai seorang muslimah harus bagaimana. Satu hari sebelum ramadhan tahun dimana aku berikrar, aku langsung melaksanakan shalat. Pada saat itulah, salah seorang kakak mencari saya. Rumah cukup besar. Banyak kamar terdapat didalamnya. Kakakku berteriak mencariku. Ia kemudian membuka kamarku. Ia terkejut, ‘kok ada perempuan shalat ? Ia piker ada orang lain yang sedang shalat. Akhirnya ia menutup pintu.
Hari berikutnya, kakakku yang lain kembali mencariku. Ia menyaksikan bahwa yang sedang shalat itu aku. Selesai shalat, aku tidak mau lagi menyembunyikan agama baruku yang selama ini kututupi. Kakakku terkejut luar biasa. Ia tidak menyangka adiknya sendiri yang sedang shalat. Ia tidak bisa bicara, hanya wajahnya seketika merah dan pucat. Sejak saat itulah terjadi keretakan diantara kami. Agama baruku yang kupilih tak dapat diterima. Akhirnya aku meninggalkan rumah. Aku mengontrak sebuah rumah sederhana di Kota Surabaya. Sebagai anak perempuan satu-satunya, tentu ibuku tak mau kehilangan. Beliau tetap datang menjenguk sesekali. Enam tahun kemudian ibu meninggal dunia. Setelah ibu saya meninggal, tidak ada kontak lagi dengan ayah atau anggota keluarga yang lain sampai sekarang.
Aku bukannya tak mau berdakwah kepada keluargaku, khususnya ibuku. Walaupun ibu tidak senang, ketegangan-ketegangan akhirnya terjadi terus. Islam, baginya identik dengan hal-hal negatif yang saya contohkan di atas. Pendapat ibu sudah terpola, apalagi usia ibu sudah lanjut.
Tahun 1992 aku menunaikan rukun Islam yang kelima. Alhamdulillah aku diberikan rejeki sehingga bisa menunaikan ibadah haji. Selama masuk Islam sampai pergi haji, aku selalu menggerutu kepada Allah, “kalau Engkau, ya Allah, menakdirkanku menjadi seorang yang mukminah, mengapa Engkau tidak menakdirkan saya menjadi anak orang Islam, punya bapak Islam, dan ibu orang Islam, sama seperti saudara-saudaraku muslim yang kebanyakan itu. Dengan begitu, saya tidak perlu banyak penderitan. Mengapa jalan hidup saya harus berliku-liku seperti ini ?” ungkapku sedikit kesal.
Di Masjidil-Haram, aku bersungkur mohon ampun, dilanjutkan dengan sujud syukur. Alhamdulillah aku mendapat petunjuk dengan perjalan hidupku seperti ini. Aku merasakan nikmat iman dan nikmat Islam. Padahal, orang Islam yang sudah Islam tujuh turunan belum tentu mengerti nikmat iman dan Islam.
Islam adalah agama hidayah, agama hak. Islam agama yang sesuai dengan fitrah manusia. Manusia itu oleh Allah diberi akal, budi, diberi emosi, rasio. Agama Islam adalah agama untuk orang yang berakal, semakin dalam daya analisis kita, insya Allah, Allah akan memberi. Firman Allah, “Apakah sama orang yang tahu dan tidak tahu ?”
Sepulang haji, hatiku semakin terbuka dengan Islam, atas kehendak-Nya pula aku kemudian diberi kemudahan dalam belajar agama tauhid ini. Alhamdulillah tidak banyak kesulitan bagiku untuk belajar membaca kitab-kitab.
Allah memberi kekuatan kepadaku untuk bicara dan berdakwah. Aku begitu lancar dan banyak diundang untuk berceramah. Tak hanya di Surabaya, aku kerap kali diundang berdakwah di Jakarta. Begitu banyak yang Allah karuniakan kepadaku, termasuk jodoh, melalui pertemuan yang Islami, aku dilamar seorang ulama. Beliau adalah Masruchin Yusufi, duda lima anak yang isterinya telah meninggal dunia. Kini kami berdua sama-sama aktif berdakwah sampai ke pelosok desa. Terjun di bidang dakwah tantangannya luar biasa. Alhamdulillah, dalam diri ini terus menekankan bahwa hidupku, matiku hanya karena Allah.
(sumber : Kisah Irene Handono - Majalah Hidayah)